Sunday, November 5, 2017

Kumpulan Puisi XXI

Mengatup Rasa Itu
Rasa yang sudah mengatup
Ibarat seperti tumbuhan putri malu
Tersentuh jemari dengan sapaan tidak disengaja
Ia sudah menutup rapat tiap-tiap pintunya
Tak ada satupun yang bisa dibuka
Walaupun sudah mengucapkan salam penuh santun
Entahlah, mungkin perasaannya sudah mulai dikatup.
Erat dan sangat rapat sampai angin pun tak boleh mampir.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Tak Melihatnya Lagi
Setiap malam yang binar dengan gemintang
Tiada lagi gelap yang menyelumti pandangan ini
Sosoknya pun begitu bercahaya terlihat dari jauh
Terangnya sinar yang mengitari tubuhnya
Membuat raga ini tak sanggup untuk mendekatinya
Dan hanya memandangnya dari kejauhan setiap malam

Tapi saat binar cahaya bintang itu mulai redup
Hilang perlahan cahaya terang yang disapu gelap
Kucar-kacir mata ini mencari jejaknya yang mulai tersamar
Diselumuti gelap malam yang mendekapnya begitu erat
Hingga akhirnya tak ada lagi tanda ia berada di sini
Menghilang entah raib kemana.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Menanti Belas Kasihan
Hampir mengering tubuh yang kerempeng ini
Hanya dibalut kulit dengan raut wajah yang lesuh
Tersandar di sudut dinding yang dipanggang oleh ganasnya matahari
Tak satupun ada lagi yang mampu dikunyah
Entah itu nasi, daging, atau air yang dulu banyak dimana-mana
Dalam bersandar itu cuma mulut yang mampu bergumam
Berharap langit ikut terharu dan menumpahkan setitik air matanya
Agar tak sampai malaikat yang gemar menjemput maut itu
Sempat untuk mendatanginya yang tak lagi bisa menentang apa-apa.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Lupa Pada Alam
Alam yang menyediakan semuanya
Semuanya yang manusia butuhkan untuk hidup
Tidak hanya sekedar hidup dengan terisinya perut
Rias wajah dan gaun yang tersemat di tubuhpun berasal dari alam
Walau alam ada untuk manusia yang disayanginya
Entah kenapa tidak begitu pula manusia yang memperlakukan alam
Sesekali alam tampak menjerit kesakitan yang tak bisa diungkapkannya
Dengan mengumpakan alam hanya sebagai sapi perahan
Yang lupa untuk diperhatikan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Mengingat pada Rindu
Dengan kata apa lagi yang ingin diucapkan
Tak satupun ada kata yang cocok untuk menggambarkan yang ada di hati
Tentang perasaan yang membuat semuanya jadi satu
Berbaur pada senyum yang sangat ingin bertemu
Dengan juga ada warna sedih tentang kabar yang ada di sana
Menanti dalam waktu yang semoga dapat mendekatkan
Agar tak lagi diri ini ingat pada rindu.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Gerimis
Pekatnya abu yang bertebaran di kota ini
Yang berserakan bersama dengan jalan yang dipenuhi oleh rasa sesak
Dari kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang tanpa henti
Menanti abu ini dapat segera terurai dan hancur
Sembari melihat langit yang tampak agak menghitam
Sambil berharap agar hitamnya langit itu pertanda gerimis akan turun
Biar abu-abu ini tidak lagi bergentayangan yang membuat sesak dada saja.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Tandus
Tandus yang mengubah basah menjadi kering dan berpasir
Hingga tak secuilpun dapat dimakan ataupun dibawa untuk diminum
Umpama tandus itu merasuk dengan kelangkaan yang ada di negeri ini
Langka dengan airnya walau hujan datang
Sulit dicari makanan yang murah lagi
Dan langka dengan janji untuk tak lagi menipu yang berharap
Hingga yang terpinggirkan semakin lama dalam mencari
Mencari oase yang isinya adalah dapat meredam lapar dan haus.
Yang itu juga entah dimana tempatnya
Mungkin bisa saja telah lenyap berubah jadi pasir yang tandus.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Kerlap-kerlip
Ramai sekali cahaya di malam akhir tahun
Berisi dengan dentingan petasan dan suara terompet
Mengaung-ngaung seperti mengajak malam agar cepat dapat berganti
Berganti di tahun yang baru dengan harapan yang digantungkan tinggi-tinggi
Pada suasana malam yang kerlap-kerlip.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.

2 comments