Monday, November 6, 2017

Kumpulan Puisi XXII

Pagi yang Mendung
Dengan menatap langit pagi yang didambakan
Tergambar sebelum mata terbuka untuk melihat langit itu
Dalam nyata langit telah menjadi kelabu hitam seperti ingin menangis
Dan membuat hati ikut juga terhanyut dalam buaian langit yang mendung
Ikut menjadi sedih dan masuk kembali ke dalam peraduan.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Ombak
Sengaja ombak itu ditantang oleh yang sudah lupa pada matinya
Untuk dapat mengayuh seluas mungkin laut yang diseberanginya
Agar dapat menemui ikan-ikan yang berpesta di bawah pusaran ombak
Supaya dapat dibawa lari menuju daratan yang tak berombak
Walaupun deru ombak itu menelan ia dan perahu yang ditumpanginya.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016.  


Di Atas Gedung
Kaki ini sudah menjilat tingginya gedung yang menunjuk langit
Di atas gedung itu mata sudah tak mampu lagi melihat barisa semut yang berjalan
Dan tak mampu juga menembus batas langit yang masih terbentengi oleh awan
Dari atas gedung itu yang tampak adalah kaki yang menginjak ternyata jauh lebih tinggi dibanding gedungnya.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016.  


Sirine Kelabu
Terdengar suara sirine yang dapat menembus batas keramaian
Keramaian yang bermuara di jalanan dan dipenuhi dengan kebisingan
Sirine itu lewat dengan pesan yang semua dapat mengerti
Hingga sesiapapun yang melihat dan mendengarnya membiarkan lewat agar suaranya lekas berlalu
Karena sirine itu berlalu dengan membawa orang-orang yang terkena musibah.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Pecahnya Perahu
Perahu yang tak begitu tampak besar
Hanya tinggal satu mengapung di ujung pelabuhan
Diinjak oleh orang-orang yang ingin meninggalkan daratan
Dengan berlari kencang seperti ketakutan
Riak air mata terus berurai disambut pekik tangisan
Orang-orang itu hanya bisa saling mendorong pada sesamanya
Hingga membuat perahu itu berubah menjadi sesak
Sampai di tengah laut perahu itu pun ikut menjerit kesakitan
Dan akhirnya pecah berantakan menghamburkan orang-orang ditelan laut.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Tersenyum dalam Lelah
Muka yang selalu dibedaki oleh debu jalanan
Bukan sengaja dibuat untuk melihat diri jadi elegan
Tapi berjibaku untuk mengais rejeki sedikit demi sedikit
Bekerja yang tak lagi melihat kapan matahari terbit dan tenggelam
Selalu dilakukan agar yang dicintai bisa hidup nyaman
Dan pulang dengan tersenyum lepas
Walau lelah sudah hampir menikam jantungnya.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Pada-Nya
Pada-Nya semuanya bersimpuh
Melepas semua titah yang menempel dibahu
Sambil berlutut diikuti mimik wajah yang hendak menangis
Lirih suara terdengar diucapkan dengan terbata-bata
Hanya mempasrahkan diri agar Ia mendengar semua doa-doa
Yang penuh dengan rasa harap pada-Nya.


Beranda Sanggar Pelangi, 2016.

0 komentar:

Post a Comment