Monday, May 7, 2018

Sistem Ekonomi dan Fiskal Zaman Khulafaur Rasyidin (Part 1)

SISTEM EKONOMI DAN FISKAL PEMERINTAHAN KHALIFAH ABU BAKAR AL-SHIDDIQ 
Setelah Rasulullah saw, wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq (51 SH-13 H/537-534 M) yang mempunyai nama lengkap Abdullah ibnu abu quhafah al-tamimi terpilih sebaga khalifah islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum Muslimin. Pada masa pemerintahan yang tak lebih dari dua tahun, Abu Bakar As-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negara yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai Perang Riddah (Perang Melawan Kemurtadan). Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri Abu bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan romawi dan persia yang selalu mengancam kedudukan umat islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.

Ketika terpilih menjadi khalifah, abu bakar pernah berkata di depan masyarakat Madinah “Seluruh kaum muslimin telah mengetahui bahwa hasil perdagangan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, sekarang aku diperkerjakan untuk mengurus kepentingan kaum Muslimin”. Sejak menjadi khalifah kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan menggunakan harta baitul mal. Beliau membangun lagi Baitul Mal dan meneruskan sistem pendistribusian harta untuk rakyat sebagaimana pada masa Rasulullah saw. Beliau juga mulai mempelopori sistem penggajian bagi aparat negara, misalnya untuk khalifah sendiri digaji amat sedikit, yaitu 2,5 atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul maal. Tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan lain 6000 dirham pertahun .

Namun demikian, beberapa waktu menjelang ajalnya bau bakar banyak menemui kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan negara sehingga ia menanyakan berapa banyak upah atau gaji yang telah diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya sebesar 8000 dirham, ia langusung memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan kepada ngera. Disamping itu, Abu Bakar juga menyanyakan lebih jauh mengenai berapa banyak fasilitas yang dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahukan bahwa fasilitas yang diberikan kepadanya berupa seorang budah yang bertugas memelihara anak-anaknya dan membersihkan pedang-pedang milik kaum muslimin, seekor unta pembaa air dan sehelai pakaian biasa, ia segera menginstruksikann untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti. Pada saat diangkat sebagai kahlifah dan mengetahui hal ini, Umar berkata, “wahai abu bakar, engkau telah membuat tugas penggantimu ini menjadi sangat sulit.”
Baca juga:
Pada masa Abu Bakar, kami meminjam penjelasan dari Dr. Euis Amalia, M.Ag dalam bukunya Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam yang berisikan pada masa selanjutnya tradisi dan praktik ekonomi islam dikembangkan . Misalnya Abu Bakar Al-Shiddiq telah menggunakan asas pemerataan dalam distribusi harta negara, kebijakan yang berbeda pada masa Umar Bin Khattab yang akan kami jelaskan pada materi tentang Umar Bin Khattab. Dan selanjutnya untuk mensejahterakan ummat islam, Khalifah Abu Bakar Al-shdiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang sudah dilakukan Rasulullah Saw. Ia sangat memerhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Dalam hal ini, Abu Bakar pernah berkata kepada Anasm “jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina berumur 1 tahun tetapi dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta betina berumur 2 tahun, maka hal yang demikian dapat diterima dan petugs zakat akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau 2 ekor domba sebagai kelebihan dari pembayaran zakatnya.” Dalam kesempatan yang lain, abu bakar juga pernah berkata kepada anas, “kekayaan orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan  yang telah digabung tidak dapt dipisahkan (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat.)” hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa seperti dijelaskan secara ringkas tadi di atas.

Seperti halnya Rasulullah Saw., Abu Bakar Al-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan sebagai diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.

Dalam mendistribusikan harta bitul Mal tersebut abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahaabat Rasulullah Saw. Dan tidak membeda-bedakan antara sahabat ang terlebih dahulu memeluk islam dengan ssahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt, yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.

Dengan demikian, selama masa pemerintahan abu bakar al-shiddiq, harta baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika abu bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapatkan manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatanan aggregate deman dan aggregate suppluy yang pada akhirnya akan menakkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.

Referensi Tulisan:
  • Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Hal 55.
  • P3UI atas kerjasama BI, Ekonomi Islam. Hal 102.
  • Dr. Euis Amalia, M.Ag. Keadilan Distribusi dalam Ekonomi Islam hal. 75.

0 komentar:

Post a Comment